Bulukumba — Dugaan kekerasan terhadap sejumlah narapidana di “sel merah” Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Bulukumba menuai sorotan tajam. Aksi pembakaran pakaian dan kasur milik warga binaan, serta tekanan mental selama masa isolasi, memicu desakan investigasi independen dari berbagai pihak.
Ketua Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan, Ismu Iskandar, menilai kasus ini tak boleh dibiarkan tanpa penelusuran mendalam. Ia menekankan pentingnya klarifikasi terbuka agar pelayanan di lingkungan pemasyarakatan tetap mengedepankan prinsip keadilan dan kemanusiaan.
“Ini harus diklarifikasi secara objektif. Kalau memang ada kekerasan atau perlakuan tidak manusiawi, itu sudah termasuk maladministrasi,” ujar Ismu, Sabtu (26/7/2025).
Ismu juga mendorong penguatan sistem pengaduan internal di dalam lapas agar warga binaan bisa menyampaikan keluhan tanpa rasa takut.
Desakan lebih keras disampaikan Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi. Direktur ACC, Kadir Wokanubun, menyebut insiden pembakaran barang pribadi dan tekanan mental sebagai bentuk kekerasan yang tidak bisa dibenarkan.
“Kalau dibakar begitu saja tanpa dasar hukum, itu bukan cuma pelanggaran prosedur, tapi bentuk kekerasan,” kata Kadir kepada media Kedai-Berita.com Selasa (22/7/2025).
Menurutnya, lembaga pemasyarakatan seharusnya menjadi tempat pembinaan, bukan semata-mata tempat menghukum. ACC pun meminta Kantor Wilayah Kemenkumham Sulsel dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan untuk segera turun tangan membentuk tim investigasi yang melibatkan pihak eksternal seperti Komnas HAM.
Kesaksian dari seorang narapidana berinisial A ikut memperkuat dugaan tersebut. Ia mengaku melihat langsung petugas membakar pakaian dan kasur milik rekannya saat dimasukkan ke sel isolasi.
“Saya lihat sendiri bajunya dibakar, kasurnya juga. Mereka akhirnya pinjam baju dari tahanan lain,” kata A, Senin (21/7/2025).
Selain napi berinisial T, A juga menyebut ada empat narapidana lain—V, I, H, dan G—yang turut mengalami tekanan selama diisolasi. Salah satunya bahkan dikabarkan sempat kehilangan kendali hingga nyaris menyerang petugas sebelum akhirnya dipindahkan ke Lapas Bone.
Menanggapi hal ini, Kepala Lapas Kelas IIA Bulukumba, Akbar, membenarkan adanya pembakaran barang napi. Namun ia menegaskan hal itu dilakukan karena ada indikasi penyalahgunaan, bukan sebagai bentuk hukuman.
“Itu bukan hukuman. Kami temukan indikasi penyalahgunaan barang, jadi kami musnahkan,” jelas Akbar.
Ia juga memastikan bahwa pakaian yang dibakar langsung diganti. Selain itu, pihak lapas tengah melakukan penataan blok hunian, termasuk menertibkan lemari rakitan milik warga binaan yang dianggap tak sesuai standar keamanan.
Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Sulawesi Selatan, Rudy F. Sianturi, memberikan penjelasan berbeda. Menurutnya, pembakaran dilakukan terhadap barang-barang kotor dan tak layak pakai dalam rangka menjaga kebersihan lingkungan lapas.
“Itu pakaian lama yang kotor, dibakar supaya tidak jadi sumber penyakit. Kami juga siapkan baju baru untuk warga binaan,” kata Rudy, Kamis (24/7/2025).
Ia juga menjelaskan bahwa keberadaan sel pengasingan merupakan bagian dari sistem pemasyarakatan yang berlaku nasional dan diperuntukkan bagi napi pelanggar aturan internal.
Namun demikian, ACC menilai klarifikasi tersebut belum cukup. Kadir menegaskan bahwa perlakuan terhadap narapidana harus tetap berlandaskan asas kemanusiaan.
“Ini bukan hanya soal aturan, tapi soal bagaimana memperlakukan orang dengan layak, meskipun mereka sedang menjalani hukuman,” tegas Kadir.
Kasus ini terus menjadi sorotan. Sejumlah pihak berharap ada kejelasan dari penyelidikan yang tidak berpihak, demi menjamin keadilan dan hak-hak dasar setiap warga binaan tetap dijunjung tinggi. (Eka*Randy)